Usia ternyata tidak membatasi seseorang untuk tetap berkarya
menghasilkan sebuah produk yang layak jual. Pedoman itulah yang selama
ini dijalankan oleh Setyo Utomo (71) dalam mengarungi roda-roda
kehidupannya. Pekerjaan yang menguras energi seperti penambang pasir,
pembuat batu nisan, dan pembuat cobek batu pernah dilakoni pria yang
saat ini akrab disapa Mbah Setyo tersebut.
Setelah merasa umur dan
kondisi fisiknya tidak memungkinkan lagi menekuni pekerjaan ‘berat’ itu,
kini kakek 11 (sebelas) orang cucu tersebut beralih menekuni budidaya jamur kuping
di pekarangan rumahnya. Dibantu istri dan putranya, Mbah Setyo saat ini
memiliki 3 (tiga) buah kumbung (rumah jamur) yang berisi 3.500 baglog
jamur kuping.
Ditemui di rumahnya Genengsari, Plosorejo, Umbulharjo, Cangkringan,
Sleman Kamis (29/9), Mbah Setyo mengaku membudidayakan jamur kuping karena perawatannya yang tidak rumit. “Jamur kuping ini perawatannya
mudah, karena saya hanya melakukan penyiraman yang disesuaikan dengan
kondisi suhu, kemudian masa panennya juga tidak sesering jamur tiram,
sehingga tidak merasa kesulitan dalam proses pemasarannya,” jelas Mbah
Setyo.
Dengan logat Jawanya yang khas, beliau berujar jika awal mulanya hanya
menggunakan modal 1,5 juta untuk pembangunan kumbung jamur. Kemudian
biaya pembelian baglognya kurang lebih 5 juta untuk kapasitas 3.500 buah
baglog (harga per baglog Rp.1.400,00-Rp.1.500,00).
"Berada di wilayah yang banyak petani jamurnya menjadi salah satu keuntungan bagi Mbah Setyo. Dengan begitu, beliau tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan bahan baku media tanam (baglog) dan berbagai peralatan budidaya lainnya. “Di kampung ini terdapat 4 lokasi produksi baglog (pembibitan), dan kurang lebih 12 orang petani jamur kuping, sehingga jika ada apa-apa saya lebih mudah untuk berkoordinasi,” jelasnya.
Atas
dasar itulah, maka di kampung tersebut saat ini berdiri kelompok/
paguyuban para petani jamur. Ketika ditanya mengenai keuntungan
bergabung dengan kelompok tersebut, Mbah Setyo dengan lugunya menjawab
bisa lebih mudah mendapatkan modal usaha. Sementara untuk proses pemasaran, beliau mengaku juga lebih terbantu dengan adanya kelompok tersebut.
Sementara itu, selama menekuni bisnis budidaya jamur
kuping, Mbah Setyo belum menemui kendala atau permasalahan yang
mengganggu proses budidayanya. “Untuk masalah atau kendala yang sampai
gagal panen itu belum pernah, namun namanya tumbuhan pasti ada hama atau
penyakit yang sering menyerang, sehingga hasil panennya menurun,”
imbuhnya. Menurutnya, hama yang sering mengganggu jamur kuping miliknya
adalah crepes atau tungau. Saat jamur sudah terserang crepes, maka bisa
dipastikan jamurnya tidak akan tumbuh.
Untuk
menjaga kumbungnya dari serangan hama penyakit, Mbah Setyo senantiasa
menjaga kebersihan dan membuang baglog yang sudah terserang penyakit
agar tidak menular. “Selain merawat kebersihan kumbung, saya juga
menyemprotkan obat pembasmi yang sesuai dengan dosis dan aturannya,”
kata Mbah Setyo sembari memanen jamur kupingnya siang itu. Dengan
perawatan yang maksimal, maka hasil panen yang didapatkan juga bisa
maksimal.
"Menurut Mbah Setyo, satu buah baglog jamur kuping rata-rata bisa menghasilkan 6 (enam) kali panen dengan kapasitas yang berlainan. Dalam 1.000 buah baglog jamur, pada panenan pertama bisa menghasilkan ± 1 kwintal jamur kuping basah. Sementara pada panenan berikutnya, jumlah hasil produksi akan mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya nutrisi dalam baglog".
Mbah
Setyo selama ini menjual jamurnya dalam kondisi basah dengan harga
Rp.6.000,00-Rp.7.500,00/ kg. Menurutnya, sama saja menjual jamur kuping
dalam kondisi basah dan kering, karena untuk menghasilkan jamur kuping
kering 1 kg dibutuhkan jamur kuping basah 10 kg. Selain faktor tersebut,
cuaca juga diakuinya menjadi salah satu kendala untuk menghasilkan
jamur kuping kering. Sehingga, selama ini beliau hanya menjual jamur kupingnya dalam kondisi basah.
Makin meningkatnya konsumsi jamur kuping yang dibarengi dengan makin
banyaknya petani yang membudidayakannya diakui Mbah Setyo menjadi
kekhawatiran tersendiri. Hal itu tidak terlepas dengan harga yang akan
cenderung mengalami penurunan ketika jamur di pasaran melimpah. Oleh
karena itu, beliau semakin fokus untuk menghasilkan jamur kuping yang
berkualitas dan menyerahkan sepenuhnya kepada pasar (masyarakat) untuk
memilih sendiri.