Pelepah Pisang yang tak Bergunapun Bisa Menghasilkan Ratusan Juta Rupiah per Bulan Jika Kita Tau Caranya

Sunday 4 May 2014
Siapa yang tidak kenal pisang, tanaman ini dapat tumbuh dimana saja, memiliki variasi jenis, bentuk dan rasa yang beragam. Bentuknya gampang dikenali dari buahnya yang lonjong cenderung melengkung layaknya tanduk kerbau atau pohonnya yang tumbuh bertunas, batang terdiri lapisan kulit pelepah yang berlapis dan daun yang lebar nan panjang. Selain buah sebuah untuk makanan buah, berbagai unsur pohon ini pun dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia. Akar-akarnya dapat digunakan sebagai obat tradisinal, bonggol batang dapat diolah jadi keripik, inti batangnya dibuat sayuran atau lauk pauk, pelepah batang dapat digunakan untuk tali temali, daunnya untuk pembukusan rupa-rupa makanan atau sayur, tulang daun untuk pakan ternak, jantung pisangnya untuk sayuran. Sempurna manfaat pohon ini. 


Keinginan besar untuk membuat Alquran sendiri, mengantar M. Syafiq menggeluti dunia usaha kertas dari batang pohon pisang. Bisnisnya itu tidak hanya memperdayakan masyarakat, tapi juga mengajak orang lain mencintai lingkungan. Bentuknya yang tidak menarik, cenderung berantakan dan tidak bernilai ekonomi, batang pohon pisang biasanya langsung dibuang begitu ditebang untuk diambil buahnya. 

Dibandingkan dengan buah atau daunnya yang bisa dijual, batang pohon pisang memang cenderung diabaikan dan dianggap sampah semata. Namun, tidak demikian bagi M. Syafiq. Pria alumnus IAIN Wali Songo Semarang jurusan Syariah tersebut justru memanfaatkan batang-batang pisang untuk disulap menjadi kertas warna-warni yang cantik, bungkus kado nan elegan, atau kartu undangan menawan. 

Adalah keinginan besar Syafiq membuat Alquran yang membawanya menggeluti dunia usaha pembuatan kertas dari batang pohon pisang. Pria kelahiran Boyolali, Jawa Timur tersebut menuturkan bahwa dia dulu bekerja di Yayasan Istiqlal. Bersama rekan-rekannya, dia ditugasi membuat Alquran raksasa untuk Masjid Istiqlal yang kini hasilnya sudah bisa dinikmati masyarakat. 

Syafiq kemudian keluar dari Yayasan Istiqlal dan sempat bekerja dengan rekannya mendirikan perusahaan kertas daur ulang. Kemudian, dia keluar dari perusahaan itu dan membangun usahanya sendiri dengan bendera Banana Paper. “Awalnya pengin bikin Alquran yang ditulis sendiri, kemudian dari situ bikin usaha kertas daur ulang dari kertas koran bersama teman, tapi saya akhirnya resign dan mengkhususkan pada bahan baku pisang,” ungkap Syafiq saat ditemui di Pameran Inacraft 2013 di Jakarta, pekan lalu. 

Banyak alasan yang mendorong Syafiq akhirnya menjatuhkan pilihan pada usaha kertas dari batang pohon pisang. Suami Siti Khotimah tersebut melihat begitu banyak pohon pisang yang terbuang di sekitar rumahnya. Alasan lain adalah banyak dari masyarakat yang berpendidikan rendah di sekitarnya yang membutuhkan pekerjaan. “Kampung saya banyak pohon pisang. 




Biasanya orang mengambil batang pisang sedikit untuk membungkus tembakau, nah saya ambil sisanya,” katanya. Menurut Syafiq, batang pohon pisang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan bahan baku kertas lainnya. Selain murah, pohon pisang mengandung zat antiair yang kuat sehingga tidak membutuhkan banyak bahan tambahan untuk membuatnya awet. 


Dia kemudian belajar dari seorang teman bagaimana prinsip pembuatan kertas. “Saya nggak pernah belajar (pembuatan kertas dari pohon pisang) dari orang lain, hanya belajar prinsip membuat kertasnya. Yang penting kan bagaimana kertas itu disaring. Menyaringnya pakai apa, bubur kertasnya apa, tidak pernah dikasih tahu. Yah, belajar sendiri,” ucapnya. Untuk mendapatkan batang pohon pisang, Syafiq biasanya mendatangi langsung petani dan membelinya dengan harga Rp1.750 per kg. 

Biasanya dalam sebulan dia membutuhkan 600 kg batang pisang. Sebagai pewarna kertas, Syafiq memiliki dua dasar yakni pewarna alam serta sintetis. Ingin menarik banyak pembeli, Syafiq menghiasi kertaskertas buatannya dengan berbagai motif daun, bunga, serta hewan. Hiasan-hiasan itu langsung diambil dari alam. Kertaskertas Banana Paper yang warnanya sudah cantik pun semakin terlihat indah dengan hiasan gambar daun kelengkeng, daun cemara, bougenvile, kupu-kupu, dan belalang. 

Tentu saja butuh perjuangan bagi Syafiq untuk memulai usaha dan menjual produknya. Pria yang lahir 7 November 1965 tersebut mulai menjual produknya dengan menitipkan di toko, mengikuti sejumlah bazar, ataupun lewat pertemanan. Setelah melalui jatuh bangun, Banana Paper yang beralamat di Jalan Sadang Serang No 8 Bandung itu mulai meraih pasarnya dalam tiga tahun terakhir. 

Omzetnya terus melonjak hingga menembus Rp300 juta per bulan, terutama saat menjelang Lebaran. Sementara pada hari-hari biasa, omzetnya mendekati Rp100 juta per bulan. Tidak hanya kertas, bisnis Banana Paper pun merambah ke pembuatan kartu undangan, boks kado, suvenir, serta yang terbaru kalender. 

Pesanan pun kini tidak hanya mengalir dari Bali, Jakarta, atau Bandung tetapi juga dari Malaysia. Untuk memenuhi sejumlah permintaan, Banana Paper kini mempekerjakan 10 orang. “Kalau sebulan biasanya menjual sekitar 4.000 lembar kertas yang harganya variasi dari Rp6.000–55.000/lembar. Kami juga menjual boks-boks kemasan untuk kado atau cover buku,” papar Syafiq

Selain daftar diatas, kegunaan pisang ini kian beragam ditangan para perajin dan pebisnis di Yogyakarta. Ini memungkinkan karena Yogyakarta sebagai kota Budaya dan Seni memang selalu melahirkan karya tangan yang unik dan kreatif. Suryadin Laoddang dari Majalah Inspirasi Usaha menurunkan laporannya.


Mebeuler dan Hiasan rumah. 

Melihat marak dan menggiurkannya bisnis kerajinan berbahan tanaman kering seperti enceng gondok, bambu, rotan dan akar wangi. Widodo mencoba bereksprimen dengan pelepah pisang, awalnya pelepah pisang dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan. Pelepah yang telah kering sempurna selanjutnya dipotong dengan ukuran tertentu lalu diaplikasikan pada tembikar-tembikar sedemikian rupa hingga membentuk motif dan ornament unik. Lapisan pelepah pisang ini ternyata mampu menambah nilai ekonomis tembikar yang banyak diproduksi di Yogyakarta, terutama di daerah Kasongan Bantul. Tembikar polos yang biasanya dihargai hanya Rp. 10 – 30rb kini dapat diangkat menjadi Rp. 100 – 500rb. 



Semakin banyaknya permintaan, mau tidak mau dia mulai mencoba peruntungan membuka usaha dengan produksi yang lebih banyak. Pasokan pelepah pisang didapatnya dengan membayar jasa orang-orang terdekat untuk mengumpulkan pelepah pisang. Satu kilogram dihargai Rp 6.000. Setiap hari pasokan bisa mencapai 30 kilogram. Inilah yang dibuat aneka macam produk. Seperti souvenir nikahan, kipas hias, sandal, keranjang buah, vas bunga,  keranjang cucian, tempat undangan, tembikar hias hingga kap lampu ruangan.  Selain jasa pencari bahan baku yang rata-rata mencapai Rp 150 ribuan  perhari, persiapan modal sekitar Rp 2 jutaan pada awalnya untuk membeli peralatan dan perlengkapan lainnya seperti pemotong dan penghalus pelepah pisang, tali kail, tali rotan kecil, karton tebal, karet mentah.

“Nanti produksi kami mampu mencapai omzet 2 juta per hari, itu dari berbagai varian kerajinan” tutur  ayah dari 3 anak ini. Karya-karyanya tersebut kemudian disebar dibeberapa toko kerajinan seantero Jogja, Solo dan Magelang bahkan hingga Cilacap. Untuk pesanan berupa souvenir nikahan biasanya ia dapatkan dari para penghubung atau mitra penjualnya yang tersebar dimana-mana. Saat musim nikahan, biasanya Widodo terpaksa pengoper pesanan ke perajin lain. Sementara untuk sandal jepit, saat ini sudah melayani permintaan pasokan dari toko-toko, biasanya, toko-toko meminta pasokan setiap dua minggu karena produk tersebut banyak dicari pembeli. Meski sekarang produk satu ini peminat tidak lagi seramai seperti pada tahun 2010-2011 lalu.
Sementara vas bunga yang sudah dilengkapi dengan kreasi bunganya dihargai cukup beragam tergantung ukurannya, mulai Rp. 9.000  hingga Rp. 50.000, Tempat buah rata-rata Rp 20.000. “Lumayanlah sekarang, produksi saya sudah masuk toko cenderamata, apalagi semenjak dibukanya pasar seni XT Square “ ujar pria lulusan SMA ini merujuk pada pasar seni yang baru buka di Yogyakarta, menempati bekas terminal Umbul Harjo Yogyakarta. Selain pasar XT-Square Widodo juga menitipkan dagangannya di disepanjang di toko-toko kerajinan sepanjang jalan raya poros Jogja-Wates. 


Lukisan Pelepah Pisang
Melihat lukisan berbahan cat minyak, cat air atau goresan pensil, krayon atau pastel mungkin semua orang sudah biasa. Tapi bagaimana jika lukisan tersebut diwarnai dengan pelepah pisang, mungkin tidak semua orang pernah melihatnya. Bahkan tidak semua pelukis juga mampu membuatnya. Keunikan lukisan ini kini sedang naik daun, diburu dan diminati para pecinta lukisan dari dalam dan luar negeri untuk koleksi pribadi atau untuk hiasan interiror. Berbagai hotel dan gedung pertemuan pun berlomba mengkoleksinya. Lukisan seperti memang mulai banyak ditemui di Yogyakarta dan beberpa kota lainnya di Yogyakarta

Gojek, salah satu pelukis pelepah pisang yang ditemui Suryadin Laoddang dari Majalah Inspirasi usaha di area pedagang kaki lima Malioboro menceritakan. Awal mulanya ia mempelajari tehnik membuat lusikan ini dengan melihat lukisan orang lain, lalu mencoba dan mempraktekkannya sendiri. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat lukisan ini adalah :

•    Pelepah pisang yang kering sempurna
•    Papan / tripleks
•    Lem kayu
•    Gunting / Cutter
•    Penggaris
•    Pensil
Sementara proses pembuatanya dimulai dengan membersihkan serabut yang masih menempel di pelepah hingga bersih. Buatlah pola lukisan pada papan tripleks yang tersedia, lalu tempelkan pelepah pisang yang telah dipotong-potong sesuai ukuran. Disarankan pasang dululah pada pola latar belakang lukisan. Jika lukisannya akan berwarna gelap pasanglah latar belakang berwarna terang, begitupula sebaliknya. Lanjutkan dengan memasang untuk pola lukisannya hingga sedetail mungkin. Setelah selesai, keringkanlah. Lukisan yang telah selesai dan telah kering selanjutnya diberi pelapis laminasi. Agar lebih cantik dan menarik, pasangilah pigura.

Salah satu pelukis yang aktif memproduksi lukisan ini adalah Muhammad Abdul Rohim, berbagai karyanya dipasang di www.pelepahpisangseni.blogspot.com. Dapat dihubungi di kediamannya di Desa Kecubung Pace, Ngajuk atau  email ke Agungp6995@yahoo.com . HP 08884982196 (sms only) atau di atau PIN BB 323701B6. Satu lukisan dikerjakannya rata-rata 2 minggu hingga 2 bulan tergantung tingkat kesulitannya. Begitu pula dengan harga lukisannya, berkisar Rp. 500.000 hingga Rp. 3.000.000 tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya.
Pohon pisang dan prosesi nikah adat di tanah Jawa atau bagi mereka yang berketerunan Jawa sangatlah penting. Tanpa pisang ini, prosesi pernikahan tersebut serasa tidak lengkap. Pisang ini dipasang dipintu masuk gapura disebelah kiri dan kanan pintu masuk. Utuh dengan batang, daun, buah pisang yang telah matang hingga jantung pisangnya yang masih merah. 

Dalam khasanah budaya Jawa, kedua pisang yang mengapit pintu gapura ini sangat sarat makna. Pisang yang sudah matang dipilih dengan harapan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pikiran yang dewasa. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak memiliki kemakmuran, kemuliaan, dan kehormatan seperti raja. 
Dimusim nikahan, pisang seperti ini menjadi buruan orang-orang yang akan menggelar hajatan nikahan, karena kebutuhna yang tinggi makan harga pisang inipun melonjak tinggi. Rata-rata seharga Rp. 1.000.000 per pohonnya bahkan bisa menembuh angka Rp. 2.500.000 saat dibutuhkan. Mbah Sadiyo, yang telah berumur senja ini bahkan tidak tau persis berapa umurnya telah lama menggeluti bisnis ini. Baginya, bisnis ini adalah bisnis yang gampang dan tak kenal rugi. Ditemui dalam salah satu hajatan nikahan di daerah Pakem Sleman Yogyakarta, Mbah Sadiyo menuturkan, agar pisang yang dihasilkan dapat dipanen saat musim nikahan ia mengatur pola tanamnya.


Misalnya, jika musim nikahan tahun ini jatuh pada kisaran bulan Oktober maka ia akan menghitung sejauh 10-12 bulan mundur. Anakan pisang raja ditanamnya pada bulan November tahun sebelumnya atau Januari pada tahun yang sama. Selain musim nikahan yang biasnya jatuh sebelum dan sesudah musim haji. Mbah Sadiyo juga mengambil patokan pada tiap tanggal cantik yang biasnya banyak dipakai untuk hari pernikahan. “tahun ini tanggal cantiknya 11-12-13 (tanggal 11 bulan 12 tahun 2013), nah saya tanam anakan sejak November dan Januari kemarin”; tuturnya dalam bahasa Jawa yang sangat kental.

Dikebun pisangnya yang terletak di daerah Cakringan Sleman ini dan seluas 620 persegi itu ada sekitar 200 pohon pisang yang berjejer rapi. Tidak semua lahannya ditanami pisang, sebagian lagi ditanami salak dan rambutan. “Sekedar untuk hiburan dan bisa diserbu cucu-cucu kalau pas liburan di rumah Mbahnya” cerita kakek 6 cucu ini masih dalam bahasa Jawa.


Depok, 04 Mei 2014 00.30 WIB
The Inspiration Business Idea