Andi Taufan Garuda Putra Dirikan Lembaga Pembiayaan Demi Kaum Papa di Pedesaan.

Monday 9 July 2012
Prihatin melihat akses permodalan warga dipelosok desa membuat Andi Taufan Garuda Putra mendirikan lembaga pembiayaan mikro Amartha Microfinance di Kecamatan Ciseeng, Bogor. Hanya dengan Rp 10 juta, kini ia mampu menyalurkan kredit untuk 1.050 kepala keluarga yang notabene adalah warga miskin pedesaan.

WARGA desa yang berada di pelosok adalah
salah satu kelompok yang minim akses permodalan, terutama akses modal dari perbankan. Selain jarak yang jauh, warga juga sulit mengakses persyaratan pinjaman dari perbankan. Prihatin dengan kondisi membuat Andi Taufan Garuda Putra merasa terpanggil untuk membantu warga desa mendapatkan modal.

Wujud keprihatinan itu ditunjukkan Taufan denganmendirikan lembaga permodalan bernama Amartha Microfinance pada 2009 lalu di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Sepak terjang Taufan dan Amartha ini bisa dibilang relatif baru, namun keputus­annya untuk menekuni bidang ini patut diacungi jempol. Tidak banyak anak muda se­usianya yang memiliki ketertarikan dan pemikiran cukup mendalam terkait persoalan kemiskinan. Dengan langkah cukup berani, pada usianya yang tergolong muda, Taufan meninggalkan pekerjaan kantorannya dan merintis kope­rasi untuk membantu kalang­an miskin.

Menurut anak pertama dari dua bersaudara ini, ia memilih wilayah kerja Amartha di Bogor, karena penduduk di wilayah ini merupakan yang termiskin di Jawa Barat. Perlu riset panjang dan waktu sebulan lebih untuk menemukan Desa Cibeuteung Udik, Karihkil, dan Putatnutug di Kecamatan Ciseeng yang letaknya di pelosok, dan selama ini belum terjamah bantuan modal. Sementara itu, jumlah warga miskin di kawasan ini mencapai 20 persen dari jumlah penduduknya.

Pada masa awal implementasinya, Taufan dan tim menggunakan dana pribadi sebagai dana pinjaman yang diberikan pada perorangan. Kini dia terus berupaya membuka mata berbagai pihak donor tentang pentingnya membantu modal usaha skala mikro. “Beberapa perusahaan besar sudah mulai menangkap peluang usaha ini, karena memang menguntungkan. Kami dari Amartha melakukannya, antara lain, juga karena ingin membantu masyarakat bawah ke akses modal,” ujar Hardi, salah satu pendiri Amartha.

 Untuk program itu, pria yang baru berusia 24 tahun itu rela merogoh kocek sebesar Rp 10juta.
Taufan membuat konsep pinjaman yang mudah dan tak njlimet. Lihat saja, Amartha Microfinance memberikan pinjaman moda) kepada warga miskin di pelosok desa, tanpa harus menyerahkan surat berharga sebagai jaminan. "Kami berusaha membantu warga yang kesulitan mengajukan pinjaman ke bank," kata Taufan yang berdarah Bugis dan Bukittinggi itu.

Tak hanya itu, Taufan ingin warga di desa pelosok bisa bebas dari jeratan rentenir yang setiap saat mengintai. Dengan Amartha, Taufan berharap warga bisa mendapat modal untuk bertani, berkebun, atau berdagang.
Karena mudah memberi pinjaman, Amartha pun terkenal di kalangan warga desa. Hanya dalam tempo dua tahun, Amartha berhasil mengumpulkan nasabah sebanyak 1.050 kepala keluarga (KK). Mereka ini warga di 21 desa di Kecamatan Ciseeng.

Membiaknya jumlah nasabah itu pun membuat dana kelolaan Amartha membengkak dari Rp 10 juta menjadi Rp 100 juta Namun, meski boleh meminjam tanpa jaminan, Taufan tetap memberikan persyaratan bagi calonpeminjam. Yakni, mereka mesti ikut kelompok usaha mikro. Setiap kelompok ini beranggotakan 15 sampai 20 orang.
Untuk tahap awal atau level pertama, setiap anggota kelompok bisa meminjam Rp 500.000 per tahun, dengan sistem pengembalian tanggung renteng bersama kelompok. "Kami berupaya mengedukasi warga agar saling mengingatkan membayar kredit secara disiplin," jelas Taufan.

Jika ada kredit macet, Dalam dua tahun, dana kelolaan Taufan naik dari Rp 10 juta jadi Rp 100 juta maka pengembalian pinjaman menjadi tanggungjawab kelompok. Aturan pinjaman itu temyata efektif bagi warga di pelosok desa "Sejauh ini kelompok bisa bekerjasama dengan baik," terangnya.

Sejak memberikan pinjaman pada 2009 lalu, jumlah kelompok peminjam pun telah berkembang menjadi 56 kelompok. Taufan bilang, setiap anggota kelompok bisa mengembalikan pinjaman dengan cara mencicil selama 50 minggu dengan sistem syariah. "Prinsip syariah memungkinkan tawar-menawar cicilan yang harus dibayarkan," jelas Taufan.

Jika sistem syariah dikonversikan ke bunga, rata-rata bunga pinjaman Amartha itu antara 15% - 27% per tahun. Taufan bilang, bunga yang terkumpul dari pinjaman itu mencapai Rp 8 juta per bulan. Uang itu untuk operasional Amartha.
Tidak hanya memberikan modal saja, Taufan juga membekali nasabah Amartha itu dengan pendampingan usaha, serta membangun mental, karakter, dan tanggungjawab. "Hanya dengan nilai-nilai moral seseorang bisa berhasil dalam usaha," katanya.

Jika nasabah dalam satu kelompok bisa melunasi pinjaman tepat waktu tanpa ada kredit macet, maka kelompok akan naik level. Itu berarti anggota kelompok bisa mendapatkan pinjaman yang lebih besar, yakni Rp 1 juta per anggota.

Namun, Taufan membatasi pinjaman untuk level nasabah tertinggi hanya sebesar Rp 3 juta saja Jika anggota atau nasabah itu ingin pinjaman lebih besar, maka Taufan menganjurkan warga meminjam ke perbankan. "Kami berikan rekomendasi, karena usahanya berkembang dan bisa menjadikan usaha itu sebagai jaminan," ujar Sarjana Bisnis Manajemen dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Selain memberikan bimbingan usaha kepada warga, Taufan juga mengajak warga gemar menabung. Untuk program ini, Taufan melalui Amartha membuat program tabungan melalui kerjasama dengan bank.
Imbauan untuk menabung temyata membuahkan hasil. Dana tabungan nasabah Amartha sempat mencapai Rp 600 juta "Tapi kini tinggal Rp 30 juta karena warga mengambilnya untuk kebutuhan lebaran lalu," terang Taufan.

Saat ini Taufan berharap bisa menambah nasabahnya dan bisa menyalurkan modal kepada 25.000 warga miskin dari 80.000 warga Kecamatan Ciseeng. "Saya ingin banyakyang dapat manfaat," harap Taufan. Selain itu, Taufan juga berencana membuka cabang Amartha di seluruh pelosok Banten. Ia melihat banyak warga pelosok Banten yang juga butuh pembiayaan.

Kepada pemerintah, Taufan meminta agar infrastruktur desa segera diperbaiki, seperti jalan, jembatan dan fasilitas umum. "Pesan ini penting karena pemberdayaan kemandirian warga terasaberat tanpa ada dukungan pemerintah," imbaunnya

Lima tahun ke depan, Taufan memiliki target bisa memberikan manfaat untuk 100.000 nasabah dengan target dana kelolaan Rp 100 miliar. "Kanu1 harap nanti bisa bekerjasama dengan pihak lain untuk mengelola keuangan skala mikro ini,". kala Taufan yang mendapat penghargaan Satu Indonesia i Award 2011 dari Astra International itu.

Menurut Taufan, kehidup­an masyarakat miskin ini bisa berubah ketika memiliki akses ke kapital. Taufan dan timnya berharap jumlah warga miskin yang akan dibantu melalui Amartha akan terus bertambah dari jumlah 100 orang yang sekarang ini mereka ta­ngani.
Dengan demikian, dia dapat turut membantu me­ng­entaskan masyarakat dari lingkaran kemiskinan. Selama ini, warga miskin sulit mendapatkan akses modal karena kemiskinan dan ketertinggalan mereka. “Jangankan ke bank, membaca dan mengisi formulir sederhana saja mereka perlu kami bantu,” ujar Taufan.

Sumber : Harian kontan