Prihatin melihat akses permodalan warga dipelosok desa membuat
Andi Taufan Garuda Putra mendirikan lembaga pembiayaan mikro Amartha
Microfinance di Kecamatan Ciseeng, Bogor. Hanya dengan Rp 10 juta, kini
ia mampu menyalurkan kredit untuk 1.050 kepala keluarga yang
notabene adalah warga miskin pedesaan.
WARGA desa yang berada di pelosok adalah
salah satu kelompok yang
minim akses permodalan, terutama akses modal dari perbankan. Selain
jarak yang jauh, warga juga sulit mengakses persyaratan pinjaman dari
perbankan. Prihatin dengan kondisi membuat Andi Taufan Garuda Putra
merasa terpanggil untuk membantu warga desa mendapatkan modal.
Wujud keprihatinan itu ditunjukkan Taufan denganmendirikan lembaga
permodalan bernama Amartha Microfinance pada 2009 lalu di Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor. Sepak terjang Taufan dan Amartha ini bisa dibilang relatif baru,
namun keputusannya untuk menekuni bidang ini patut diacungi jempol.
Tidak banyak anak muda seusianya yang memiliki ketertarikan dan
pemikiran cukup mendalam terkait persoalan kemiskinan. Dengan langkah
cukup berani, pada usianya yang tergolong muda, Taufan meninggalkan
pekerjaan kantorannya dan merintis koperasi untuk membantu kalangan
miskin.
Menurut anak pertama dari dua bersaudara ini, ia
memilih wilayah kerja Amartha di Bogor, karena penduduk di wilayah ini
merupakan yang termiskin di Jawa Barat. Perlu riset panjang dan waktu
sebulan lebih untuk menemukan Desa Cibeuteung Udik, Karihkil, dan
Putatnutug di Kecamatan Ciseeng yang letaknya di pelosok, dan selama
ini belum terjamah bantuan modal. Sementara itu, jumlah warga miskin di
kawasan ini mencapai 20 persen dari jumlah penduduknya.
Pada masa
awal implementasinya, Taufan dan tim menggunakan dana pribadi sebagai
dana pinjaman yang diberikan pada perorangan. Kini dia terus berupaya
membuka mata berbagai pihak donor tentang pentingnya membantu modal
usaha skala mikro. “Beberapa perusahaan besar sudah mulai menangkap
peluang usaha ini, karena memang menguntungkan. Kami dari Amartha
melakukannya, antara lain, juga karena ingin membantu masyarakat bawah
ke akses modal,” ujar Hardi, salah satu pendiri Amartha.
Untuk program itu, pria yang baru berusia 24
tahun itu rela merogoh kocek sebesar Rp 10juta.
Taufan membuat konsep pinjaman yang mudah dan tak njlimet. Lihat
saja, Amartha Microfinance memberikan pinjaman moda) kepada warga miskin
di pelosok desa, tanpa harus menyerahkan surat berharga sebagai
jaminan. "Kami berusaha membantu warga yang kesulitan mengajukan
pinjaman ke bank," kata Taufan yang berdarah Bugis dan Bukittinggi itu.
Tak hanya itu, Taufan ingin warga di desa pelosok bisa bebas dari
jeratan rentenir yang setiap saat mengintai. Dengan Amartha, Taufan
berharap warga bisa mendapat modal untuk bertani, berkebun, atau
berdagang.
Karena mudah memberi pinjaman, Amartha pun terkenal di kalangan warga
desa. Hanya dalam tempo dua tahun, Amartha berhasil mengumpulkan
nasabah sebanyak 1.050 kepala keluarga (KK). Mereka ini warga di 21 desa
di Kecamatan Ciseeng.
Membiaknya jumlah nasabah itu pun membuat dana kelolaan Amartha
membengkak dari Rp 10 juta menjadi Rp 100 juta Namun, meski boleh
meminjam tanpa jaminan, Taufan tetap memberikan persyaratan bagi
calonpeminjam. Yakni, mereka mesti ikut kelompok usaha mikro. Setiap
kelompok ini beranggotakan 15 sampai 20 orang.
Untuk tahap awal atau level pertama, setiap anggota kelompok bisa
meminjam Rp 500.000 per tahun, dengan sistem pengembalian tanggung
renteng bersama kelompok. "Kami berupaya mengedukasi warga agar saling
mengingatkan membayar kredit secara disiplin," jelas Taufan.
Jika ada kredit macet, Dalam dua tahun, dana kelolaan Taufan naik
dari Rp 10 juta jadi Rp 100 juta maka pengembalian pinjaman menjadi
tanggungjawab kelompok. Aturan pinjaman itu temyata efektif bagi warga
di pelosok desa "Sejauh ini kelompok bisa bekerjasama dengan baik,"
terangnya.
Sejak memberikan pinjaman pada 2009 lalu, jumlah kelompok peminjam
pun telah berkembang menjadi 56 kelompok. Taufan bilang, setiap anggota
kelompok bisa mengembalikan pinjaman dengan cara mencicil selama 50
minggu dengan sistem syariah. "Prinsip syariah memungkinkan
tawar-menawar cicilan yang harus dibayarkan," jelas Taufan.
Jika sistem syariah dikonversikan ke bunga, rata-rata bunga pinjaman
Amartha itu antara 15% - 27% per tahun. Taufan bilang, bunga yang
terkumpul dari pinjaman itu mencapai Rp 8 juta per bulan. Uang itu untuk
operasional Amartha.
Tidak hanya memberikan modal saja, Taufan juga membekali nasabah
Amartha itu dengan pendampingan usaha, serta membangun mental, karakter,
dan tanggungjawab. "Hanya dengan nilai-nilai moral seseorang bisa
berhasil dalam usaha," katanya.
Jika nasabah dalam satu kelompok bisa melunasi pinjaman tepat waktu
tanpa ada kredit macet, maka kelompok akan naik level. Itu berarti
anggota kelompok bisa mendapatkan pinjaman yang lebih besar, yakni Rp 1
juta per anggota.
Namun, Taufan membatasi pinjaman untuk level nasabah tertinggi hanya
sebesar Rp 3 juta saja Jika anggota atau nasabah itu ingin pinjaman
lebih besar, maka Taufan menganjurkan warga meminjam ke perbankan. "Kami
berikan rekomendasi, karena usahanya berkembang dan bisa menjadikan
usaha itu sebagai jaminan," ujar Sarjana Bisnis Manajemen dari Institut
Teknologi Bandung (ITB) itu.
Selain memberikan bimbingan usaha kepada warga, Taufan juga mengajak
warga gemar menabung. Untuk program ini, Taufan melalui Amartha membuat
program tabungan melalui kerjasama dengan bank.
Imbauan untuk menabung temyata membuahkan hasil. Dana tabungan
nasabah Amartha sempat mencapai Rp 600 juta "Tapi kini tinggal Rp 30
juta karena warga mengambilnya untuk kebutuhan lebaran lalu," terang
Taufan.
Saat ini Taufan berharap bisa menambah nasabahnya dan bisa
menyalurkan modal kepada 25.000 warga miskin dari 80.000 warga Kecamatan
Ciseeng. "Saya ingin banyakyang dapat manfaat," harap Taufan. Selain
itu, Taufan juga berencana membuka cabang Amartha di seluruh pelosok
Banten. Ia melihat banyak warga pelosok Banten yang juga butuh
pembiayaan.
Kepada pemerintah, Taufan meminta agar infrastruktur desa segera
diperbaiki, seperti jalan, jembatan dan fasilitas umum. "Pesan ini
penting karena pemberdayaan kemandirian warga terasaberat tanpa
ada dukungan pemerintah," imbaunnya
Lima tahun ke depan, Taufan memiliki target bisa memberikan manfaat
untuk 100.000 nasabah dengan target dana kelolaan Rp 100 miliar. "Kanu1
harap nanti bisa bekerjasama dengan pihak lain untuk mengelola keuangan
skala mikro ini,". kala Taufan yang mendapat penghargaan Satu Indonesia i
Award 2011 dari Astra International itu.
Menurut
Taufan, kehidupan masyarakat miskin ini bisa berubah ketika memiliki
akses ke kapital. Taufan dan timnya berharap jumlah warga miskin yang
akan dibantu melalui Amartha akan terus bertambah dari jumlah 100 orang
yang sekarang ini mereka tangani.
Dengan demikian, dia dapat turut
membantu mengentaskan masyarakat dari lingkaran kemiskinan. Selama
ini, warga miskin sulit mendapatkan akses modal karena kemiskinan dan
ketertinggalan mereka. “Jangankan ke bank, membaca dan mengisi formulir
sederhana saja mereka perlu kami bantu,” ujar Taufan.
Sumber : Harian kontan